Universitas Papua (selanjutnya disebut UNIPA) didirikan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 153 tahun 2000, tanggal 3 November 2000. UNIPA merupakan pengembangan dari Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih. UNIPA diresmikan pada hari Sabtu, tanggal 28 Juli 2001 oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi atas nama Menteri Pendidikan Nasional. Perkembangan UNIPA melalui tiga periode, yaitu periode FPPK UNCEN (1964-1982), periode FAPERTA UNCEN (1982-2000), dan periode UNIPA (2000-sekarang).
Kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang diimplementasikan di Universitas Papua merupakan bentuk pelaksanaan dari Rencana Induk Penelitian dan Rencana Induk Pengabdian kepada Masyarakat.
Kehidupan di dalam dan di sekitar kampus membawa pengalaman baru yang berbeda bagi setiap mahasiswa. Dengan lokasi kampus yang berada di 4 kabupaten yang berbeda, mahasiswa akan terbawa untuk mengembangkan wawasan yang ke depannya akan bermanfaat bagi Papua.
MAHASISWA UNIPA JOHANZ VALKASON, WIAMA BALI MENGGAIT 14 PENULIS MUDA DALAM KOLABORASI ANTOLOGI PUISI "EVRYTHING INSIDE PART 01" & MENDIRIKAN KOMUNITAS PENULIS MUDA
Oleh:
Penulis buku, Hujan Kabut & Catatan Kecil Tentang Hati, Yohanes Kabes atau lebih dikenal dikalangan penulis sebagai Johanz Valkason dan Maria Menai atau juga dikenal dengan nama pena Wiamabali kembali berkolaborasi bersama 14 penulis muda lainnya asal Papua dalam sebuah buku Antologi Puisi, hasil kegiatan menulis Mahasiswa UNIPA dan Webinar Penulisan Puisi kerjasama mahasiswa KKN UNIPA kelompok Anggori 02 Agustus 2021 lalu. .
Buku yang telah terbit melalui One Peach Media ini telah tersedia di market placeShopee dan Tokopedia dengan judul, Bidadari Dari Timur dan Setumpuk Surat yang Tidak Sempat Diberikan Kepada Tuan. Sastrawan muda yang bergabung dalam antologi puisi ini, antara lain Hillary Monica Maranresy, Arina Sekar Padma, Ester Warikar, Jeanny P.C. R. Mansawan, Eden Jessica Hitijahubessy, Onisimus Erikson Yomaki, Nelce Y. Weripang (Nan Kahomnawama), Darrel Sawaki, Floritha Tanati (Kaisorani), Susana S. Urbata, Wahyuni, Fatmawati Ahek, Monika Pamelia Kabes, dan Jekson Tigtigweria begitu bersemangat dalam antologi puisi bertema pahlawan dan perjuangan ini.
Kelompok sastrawan Papua ini berasal dari beberapa lembaga Perguruan Tinggi, seperti Universitas Pendidikan Muhammadiah Sorong, dan Universitas Papua. Sastrawan Papua ini juga mewakili Kabupaten Fakfak, Nabire, Raja Ampat, juga Kabupaten Manokwari. Ini kolaborasi yang sungguh menarik. Mereka (para sastrawan muda Papua) yang terlibat dalam Antologi puisi ini, bukan hanya mahasiswa, tapi ada juga masyarakat pencinta sastra.
Dari kegiatan kedua penulisan puisi hasil kerjasama komunitas sastrawan Papua dan Universitas Papua (UNIPA), menghasilkan sebuah karya dengan judul yang cukup menarik. Alhasil, Johanz pada akhirnya mendirikan sebuah komunitas penulis dengan nama 'Wirimamag' yang dikutip dari salah satu postingan Halaman Facebook komunitas ini. Kata Wirimamag sendiri diambil dari Bahasa Iha salah satu Bahasa dari kota Fakfak, 'Wiri' berarti Rumah, 'Ma' berarti milik/kepunyaan dan 'Mag' berarti bahasa/berbicara/bercerita/suara jadi secara garis besar Wirimamag berarti Rumah yang bersuara atau Rumah yang bercerita. Johanz menjelaskan, komunitas Wirimamag digambarkan sebagai sebuah keluarga dalam satu rumah yang memiliki tujuan, keluh kesah, perasaan yang mungkin terluka, dan hal-hal lain yang ingin diungkapkan tetapi lebih baik lewat pena dan kertas. Kemudian, setiap anggota keluarga ini mulai mengisi kertas-kertas kosong dengan coretan-coretan hingga melahirkan karya-karya terbaik dari dalam rumah itu sendiri.
Johanz berharap kedepannya ada lagi penulis yang mau bergabung dan berkarya bersama dalam komunitas Wirimamag yang ia gagasi. Karena, tidak hanya penulisan Puisi yang diajarkan, tetapi juga tentang bagaimana menulis Cerpen, Novel, Novella (bentuk kecil dari novel), Naskah Film Adaptasi, Naskah Film Original hingga ke penulisan Jurnalistik. Johanz pun bersedia mendampingi dan memberikan arahan kepada setiap penulis dibawah naungan komunitas "Wirimamag" yang ingin menerbitkan karya pertama mereka.
"Saya pikir harus ada wadah yang menampung setiap penulis muda,harus ada kertas-kertas kosong yang disediakan bagi tinta pena yang siap dipakai, agar supaya mereka tidak putus semangat atas talenta yang diberikan Tuhan kepada mereka. Saya pribadi akan memperjuangkan para penulis karena bagi saya penulis adalah aset penting dari satu daerah" balas Johanz saat dihubungi Media ini via Telpon seluler"
Menurut Nen (Pria) Fakfak ini, jika ingin minat baca sebuah daerah meningkat, maka lahirkanlah penulis-penulis muda dari dalam daerah itu dan biarkan mereka menulis bagi daerahnya. Karena, buku-buku sejarah bisa saja dihancurkan hari ini dan diubah bahkan dipalsukan. Tetapi, tidak akan ada yang bisa menumpulkan mata pena selama tinta masih terus terisi penuh bagi "ruang buku" berupa kertas-kertas kosong yang akan mencatat sejarah hari ini dan tersedia untuk seribu tahun yang akan datang.
Lebih lanjut disampaikan Novelis semester akhir sastra Inggris Universitas Papua manokwari ini, Tidak ada perubahan jika hanya duduk dan bercerita, tidak ada perkembangan jika hanya menuntut harus maju dengan bidang lain tetapi tidak ada wadah yang disediakan. Segala sesuatu harus dibuktikan terlebih dahulu, segala hal harus dibuka dulu jalannya dan disediakan dulu kendaraannya. Karena, untuk menempuh perjalanan jauh, kaki manusia tidak akan sanggup mencapai tujuan dalam seminggu, harus ada kendaraan yang disediakan, harus ada bahan bakar yang dikuras selama perjalanan, harus ada yang memotivasi jika ada yang merasa gagal. Karena, sesungguhnya manusia hebat dilahirkan untuk memanusiakan manusia tutupnya mengakhiri. Diposting di Berita, Budaya.