Universitas Papua (selanjutnya disebut UNIPA) didirikan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 153 tahun 2000, tanggal 3 November 2000. UNIPA merupakan pengembangan dari Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih. UNIPA diresmikan pada hari Sabtu, tanggal 28 Juli 2001 oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi atas nama Menteri Pendidikan Nasional. Perkembangan UNIPA melalui tiga periode, yaitu periode FPPK UNCEN (1964-1982), periode FAPERTA UNCEN (1982-2000), dan periode UNIPA (2000-sekarang).
Kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang diimplementasikan di Universitas Papua merupakan bentuk pelaksanaan dari Rencana Induk Penelitian dan Rencana Induk Pengabdian kepada Masyarakat.
Kehidupan di dalam dan di sekitar kampus membawa pengalaman baru yang berbeda bagi setiap mahasiswa. Dengan lokasi kampus yang berada di 4 kabupaten yang berbeda, mahasiswa akan terbawa untuk mengembangkan wawasan yang ke depannya akan bermanfaat bagi Papua.
Manokwari, Papua Barat. www.unipa.ac.id – Kunjungan Wakil Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Wamen Dikti Saintek), Prof. Stella Christie, Ph.D., di kampus Unipa pada hari Minggu (20/7) disambut hangat oleh Rektor dan seluruh sivitas akademika. Acara ini berlangsung meriah dan penuh makna, di mana Rektor Unipa, Dr. Hugo Warami, menyampaikan selamat datang dan memberikan apresiasi kepada Ibu Wamen atas kedatangannya ke kampus dengan pengalungan noken dan penyerahan plakat.
Kegiatan diawali dengan pemaparan profil Unipa oleh Wakil Rektor I, Prof. Jonni Marwa, yang menekankan komitmen universitas dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam sesi presentasi, Ir. Darma, Ph.D., menjelaskan hasil riset tentang mesin pengolah sagu berbasis masyarakat. Ia mengungkapkan bahwa hasil penelitian ini telah mencapai negara tetangga, Papua Nugini (PNG), dan berhasil menciptakan mesin pengolah sagu yang tepat guna. “Pengelolaan sagu berbasis masyarakat adalah alternatif yang tepat untuk meningkatkan sumber daya sagu di Papua,” ujarnya. Meskipun terdapat dua perusahaan sagu yang beroperasi di Papua, masih banyak potensi yang dapat dikembangkan mengingat sagu tersebar di seluruh Tanah Papua, kecuali daerah pegunungan.
Sesi berikutnya diisi oleh mahasiswa yang mempresentasikan riset mengenai noken, simbol budaya Papua yang telah diakui oleh UNESCO. Mahasiswa tersebut mengusulkan dukungan pemerintah untuk merancang buku modul ajar tentang kearifan lokal di seluruh sekolah di Papua, agar siswa memahami warisan budaya dari 250 suku yang ada.
Wamen Dikti Saintek memberikan apresiasi kepada dosen yang memaparkan hasil riset yang memanfaatkan keunikan dan kekhususan Tanah Papua, serta kepada mahasiswa Unipa yang berinovasi dan mengangkat kearifan lokal. “Ini adalah langkah penting untuk mencapai visi Unipa menjadi universitas berbasis riset yang mandiri pada tahun 2035,” kata Ibu Stella.
Ia juga menjelaskan tentang sekolah Garuda yang didirikan untuk memperkuat siswa di bidang sains, teknologi, dan engineering. Sekolah ini bertujuan memberikan akses pendidikan berkualitas bagi siswa di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). “Sekolah ini tidak akan dibangun di daerah maju seperti Pulau Jawa, tetapi di daerah yang membutuhkan,” tegasnya.
Wamen Dikti menekankan pentingnya sinergi antara perguruan tinggi dan pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Ibu Stella menyebut bahwa Unipa merupakan salah satu institusi penting dalam mewujudkan pembangunan Sekolah Garuda, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaannya. “Dengan pendekatan ini, kami berharap dapat memberikan peluang yang lebih baik bagi generasi mendatang,” tutupnya.
Kunjungan ini menunjukkan komitmen Unipa dan pemerintah dalam memajukan pendidikan dan inovasi, terutama dalam memanfaatkan potensi lokal yang ada di Tanah Papua.